Mari berkenalan dengan Pak Sumeru yang berasal dari Temanggung Jawa Tengah. Ia memulai perjalanan hidupnya sebagai petani kelapa pada tahun 1997 melalui program transmigrasi pada masa Orde Baru. Dengan tekad kuat, ia bertani kelapa plasma dengan mengandalkan lahan dua hektar ditanami 270 pohon kelapa berusia 4 tahun yang disediakan oleh pemerintah melalui skema pinjaman bank. Selama setahun, ia mendapatkan insentif dari pemerintah dan juga bekerja sebagai buruh kelapa lepas di PT Riau Sakti United Plantation (PT RSUP).
Ketika kebakaran melanda kebunnya pada awal 2000-an, Pak Sumeru tidak menyerah dan melakukan replanting pohon kelapa secara mandiri. Berbanding terbalik dengan warga lain yang memilih untuk pindah atau kembali ke Pulau Jawa, ia tetap bertani di lahan gambut. Pak Sumeru sempat pindah ke Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hilir atas dorongan keluarga. Namun, ia tidak menjual kebunnya dan kembali ke Desa Suka Jaya sebelas bulan kemudian untuk melanjutkan perjuangannya sebagai petani kelapa.
Pak Sumeru membuktikan bahwa pertanian di lahan gambut dapat membawa kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat. Dia menjadi contoh sukses bagi warga sekitarnya, mengubah pandangan umum tentang kesuburan lahan gambut. Pak Sumeru terus belajar mengenai teknologi dan metode pertanian yang lebih modern, membuktikan bahwa lahan gambut dapat dimanfaatkan secara optimal dengan metode yang tepat.
Kendati lahan gambut sering dianggap sebagai lahan yang kurang subur dan sulit untuk dikelola, Pak Sumeru membuktikan bahwa dengan cara yang tepat, lahan ini dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam perjalanannya, ia tidak hanya mengandalkan pengetahuan tradisional, tetapi juga terus belajar mengenai teknologi dan metode pertanian yang lebih modern dan ramah lingkungan.
Kisah Pak Sumeru telah berhasil menginspirasi petani lainnya untuk mengikuti jejaknya. Desa Suka Jaya kini dikenal sebagai salah satu desa yang memproduksi kelapa cukup besar di Kecamatan Pulau Burung, Indragiri Hilir, Riau.