Konservasi sering diartikan dengan sederhana sebagai upaya untuk menjaga dan melindungi. Hal ini sepintas terlihat sebagai pendekatan untuk mengembalikan lahan ke kondisi alaminya yang belum terkena campur tangan manusia. Padahal konservasi berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya agar ekosistem yang tergedradasi dapat dikembalikan fungsi-fungsinya, baik itu pada dimensi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dalam implementasinya di lahan gambut, konservasi terkadang hanya difokuskan untuk mengembalikan lahan gambut yang rusak menjadi bentuk alaminya, yaitu hutan rawa gambut. Pada kenyataannya, konservasi dapat dilakukan menggunakan berbagai pendekatan agar lahan gambut memiliki fungsi (atau jasa lingkungan) yang seimbang.
Badan Restorasi Gambut (BRG) merupakan adalah lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sesuai dengan namanya, fokus kegiatan BRG adalah restorasi lahan gambut untuk mencapai tiga sasaran utama: (1) pemulihan hidrologi, vegetasi, dan daya dukung sosial-ekonomi gambut yang terdegradasi; (2) perlindungan gambut bagi penyangga kehidupan; dan (3) penataan ulang pengelolaan (pemanfaatan) gambut secara berkelanjutan. BRG memiliki lima program kerja utama untuk mencapai sasarannya. Berdasarkan adaptasi program-program tersebut, berikut adalah empat pendekatan konservasi berkelanjutan di lahan gambut:
1. Rewetting
Pembasahan kembali material gambut yang mengering akibat turunnya muka air tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara. Di antaranya: pembuatan bangunan penahan air (sekat kanal), penimbunan (blocking) kanal yang terbuka, dan pembangunan sumur bor.
2. Revegetasi
Upaya pemulihan tutupan lahan pada ekosistem gambut dapat tidak hanya melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung hutan gambut. Revegetasi dapat dilakukan dengan mengenalkan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan gambut dan memiliki nilai ekonomi pada fungsi budidaya sehingga dapat memberi manfaat terhadap masyarakat yang hidup di sekitar. Beberapa metode yang dapat dipakai adalah:
a. Penanaman benih endemis dan adaptif pada lahan gambut terbuka.
b. Pengayaan penanaman (enrichment planting) pada kawasan hutan gambut terdegradasi.
c. Peningkatan dan penerapan teknik agen penyebar benih (seed dispersal techniques) untuk mendorong regenerasi vegetasi.
Teknik revegetasi dapat dilakukan dengan sistem surjan dan paludikultur. Sistem surjan adalah agroforestri yang tidak membutuhkan adanya saluran drainase, sedangkan paludikultur adalah budidaya tanaman menggunakan jenis tanaman rawa atau lahan basah yang tidak memerlukan adanya drainase.
3. Revitalisasi aspek sosial ekonomi
Melakukan analisis terhadap sumber-sumber mata pencaharian bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar areal gambut. Program revitalisasi yang dilakukan mendorong sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan di lahan gambut. Melalui program ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis tanaman yang ramah terhadap ekosistem gambut sehingga teknologi pertanian adaptif menjadi prioritas. Hal yang sama dapat diterapkan dalam pengembangan perikanan air tawar dan peternakan. Kegiatan ini juga mengembangkan strategi penguatan rantai pasok kepada pasar lokal, nasional, dan internasional.
4. Peningkatan Kapasitas mengenai Ekosistem Gambut
Kegiatan konservasi juga menyentuh aspek sosial yang relevan. Hal mendasar yang dapat direncanakan adalah peningkatan kapasitas masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar ekosistem gambut. Peningkatan kapasitas ini diawali dengan menanamkan pengetahuan dan kepedulian terhadap ekosistem gambut. Jika kedua indikator tersebut sudah terpenuhi, masyarakat diharap dapat melanjutkan proses peningkatan kapasitas dengan pembelajaran terpadu, kerjasama antar stakeholder, hingga perumusan kebijakan mandiri. BRG memiliki dua program pemberdayaan masyarakat yaitu Desa Peduli Gambut (DPG) dan Generasi Muda Peduli Desa Gambut Sejahtera (GMPDGS). DPG digunakan untuk menyelaraskan program-program pembangunan yang ada di perdesaan gambut. Kerjasama antar desa di dalam dan sekitar wilayah gambut dilakukan sehingga kawasan tersebut menjadi pintu masuk bagi perencanaan pengelolaan gambut. GMPDGS menguatkan partisipasi generasi muda yang berbasis riset dalam mendukung restorasi (dan konservasi) gambut. Pemuda-pemudi dari 11 universitas di Indonesia ditempatkan di desa-desa sasaran untuk mendata, berbagi pengalaman/pengetahuan lokal masyarakat, dan mendukung program di kawasan tersebut.