Pada tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan gambut yang parah terjadi di Indonesia hingga berdampak pada kesehatan masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Lahan gambut menjadi rawan kebakaran saat dikeringkan. Penggunaan lahan berbasis pengeringan awalnya mungkin produktif namun sebetulnya tidak layak karena menyebabkan degradasu tanah dan emisi gas rumah kaca. Di jangka panjang juga akan memperparah subsiden serta banjir yang mengakibatkan penurunan produktivitas lahan.

Untuk menanggapi hal tersebut, Wetlands International Indonesia meluncurkan inisiatif baru Dana Mitra Gambut Indonesia (DMG-Indonesia), sebagai wadah pendanaan untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan berbasis masyarakat, melalui “Panggilan Proposal” kepada kepada organisasi berbasis komunitas atau Lembaga Masyarakat Sipil yang bermitra dengan masyarakat setempat. “Panggilan proposal ini memberikan program hibah kecil berbasis masyarakat yang ditujukan untuk mendukung kebijakan restorasi pemerintah dan berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca dari lahan gambut pada jangka panjang”, jelas I Nyoman Suryadiputra, Direktur Wetlands International Indonesia. “Kepemilikan masyarakat dan usaha masyarakat berdasarkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan merupakan kunci keberhasilan pemulihan lahan gambut,” tambahnya.

Dalam pelaksanaannya, DMG-Indonesia berkoordinasi dengan BRG dan KLHK, dan berfokus pada 5 provinsi yang menjadi bagian dari 7 provinsi prioritas pemerintah, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. “Kami mendukung kegiatan DMG-Indonesia, karena upaya mempercepat pemulihan ekosistem gambut perlu melibatkan berbagai pihak, tidak saja pemerintah dan pemerintah daerah, tapi juga komponen masyarakat sipil seperti target DMG-Indonesia ini,” ujar Nazir Foead, Kepala BRG. “Sekitar 1 juta hektar lahan gambut di kawasan prioritas kerja BRG dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatannya dapat dilakukan melalui skema perhutanan sosial, seperti Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa atau Hutan Tanaman Rakyat. Kemitraan Lingkungan berperan untuk meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat pengelola gambut dan para pihak terkait dalam melestarikan ekosistem gambut,” ujar Erna Rosdiana, Direktur Kemitraan Lingkungan KLHK.

Proses seleksi akan ditetapkan oleh Dewan Pengarah DMG-Indonesia, yang terdiri dari perwakilan BRG, KLHK, dan organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam kegiatan lingkungan di lahan gambut. Hibah yang diberikan maksimum hingga Rp300 juta, dengan masa waktu pelaksanaan maksimal 24 bulan. Di samping memberikan pendanaan, DMG-Indonesia akan memberikan peningkatan kapasitas kepada penerima hibah melalui pelatihan mengelola proyek yang akuntabel, isu teknis lahan gambut serta peningkatan kesadaran tahuan. DMG-Indonesia diharapkan menstimulasi dan mendukung kegiatan konservasi, restorasi lahan gambut, serta menjadi media komunikasi dan advokasi untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Indonesia.

Setiap proyek dirancang untuk berkontribusi pada pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan masyarakat yang hidupnya bergantung pada lahan gambut. Kegiatan proyek juga mendukung kerjasama antara masyarakat dengan pemilik lahan disekitarnya, seperti perusahaan dan pengelola kawasan konservasi untuk menciptakan win-win solution bagi para pemangku kepentingan, dan sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan. Ada tiga kategori jenis kegiatan proyek yang disasar, yaitu
1) Mendukung konservasi dan restorasi lahan gambut berbasis masyarakat: pembasahan lahan gambut (rewetting), revegetasi dengan tanaman asli lahan basah (paludikultur), pencegahan kebakaran lahan gambut, dan kegiatan REDD+ berbasis lahan gambut milik masyarakat.
2) Pengembangan bisnis/mata pencaharian di lahan gambut berbasis masyarakat dan bersahabat lingkungan.
3) Meningkatkan status/hak kepemilikan lahan masyarakat di lahan gambut (misalnya hutan desa), sebagai bagian dari penggunaan lahan dan rencana pengembangan bisnis.

Sumber: Link